Rabu, 16 Januari 2013

Perusahaan Tak Laporkan Gaji Karyawannya Secara Utuh

http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=2027 Jakarta, Kamis 21 April 2011, Suara Karya - Kamis, 21 April 2011 JAKARTA (Suara Karya): PT Jamsostek (Persero) meminta pengusaha/perusahaan agar melaporkan gaji karyawannya secara utuh atau upah yang dibawa pulang (take home pay) dalam kepesertaan program jaminan sosial. Dalam hal ini, pelaporan gaji secara utuh merupakan hak karyawan dan merupakan kewajiban perusahaan, karena menyangkut nilai santunan yang diterima pekerja/karyawan sebagai peserta program jaminan sosial yang diselenggarakan Jamsostek. Hal ini diungkapkan Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga di Jakarta, kemarin, usai memberikan santunan jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JK) kepada ahli waris salah satu tenaga profesional PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) yang meninggal dunia karena mengalami kecelakaan kerja. Seorang tenaga profesional di Telkom (baru bekerja dua tahun) mengalami kecelakaan lalu lintas hingga meninggal dunia saat hendak berangkat kerja. Almarhum baru didaftarkan jadi peserta Jamsostek selama dua bulan dengan gaji yang dilaporkan sebesar Rp 116 juta per bulan. Dengan ini, maka santunannya mencapai Rp 5,57 miliar. Menurut dia, sekitar 133.000 perusahaan atau 40 persen dari keseluruhan yang menjadi peserta Jamsostek tidak melaporkan gaji karyawannya secara utuh. Kasus ini biasa disebut perusahaan daftar sebagian (PDS) upah karyawannya. Hotbonar mengatakan, tindakan perusahaan yang tidak melaporkan upah/ gaji karyawannya secara utuh ini akan berakibat fatal, karena tentunya besaran santunan juga tidak akan optimal. Ini akan terlihat ketika terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian, maka ahli waris peserta Jamsostek pasti mempertanyakannya. Begitu pula saat mengecek saldo tabungan dalam program jaminan hari tua (JHT) yang besaran iurannya tergantung pada upah/ gaji yang dilaporkan. Seperti diketahui, santunan JKK sebesar 48 dikali besaran gaji yang dilaporkan kepada Jamsostek. Sementara iuran JHT 5,7 persen dari gaji, sehingga jika gaji yang dilaporkan tidak utuh, maka akan mengurangi besaran tabungan pekerja. Memang kematian karena kecelakaan kerja bukan sesuatu yang diharapkan, tetapi kalau terjadi, bagaimana dengan keluarga yang ditinggalkan. Jadi, kita harus berjaga-jaga. Jamsostek sendiri tetap membayar santunan sesuai gaji yang dilaporkan. Untuk itu, selisihnya harus ditanggung pihak perusahaan. Kalau perusahaan tidak mau bertanggung jawab, maka bisa berhadapan dengan hukum, kata Hotbonar. Di lain pihak, dia juga menjelaskan, selain PDS upah, juga terdapat kasus perusahaan daftar sebagian jumlah karyawanya dalam program Jamsostek. Ini biasa disebut PDS upah. Bahkan, hingga saat ini masih banyak perusahaan yang sama sekali tidak mengikutsertakan karyawannya dalam program JKK, JK, JHT, dan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) yang diselenggarakan Jamsostek. Tunggakan Di tempat terpisah, PT Jamsostek (Persero) Kantor Wilayah (Kanwil) VI berhasil mengamankan tunggakan iuran sebesar Rp 3 mi liar selama periode 2010. Ini merupakan buah kerja sama Jamsostek Kanwil VI dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur dan kejaksaan negeri (kejari) terkait penanganan perusahaan-perusahaan nakal/ bermasalah. Menurut Kepala Jamsostek Kanwil VI Junaedi, kerja sama dengan kejaksaan sudah dilakukan sejak 2009. Kerja sama antara keduanya bahkan sudah diperpanjang. Jamsostek bisa meminta bantuan kejaksaan (pengacara negara) untuk menyelesaikan kasus-kasus sengketa perdata maupun tata usaha negara dengan perusahaan peserta Jamsostek, termasuk soal penagihan tunggakan pembayaran iuran kepesertaan. Iuran sebesar Rp 3 miliar lebih menjadi hak pekerja peserta. Namun, hingga saat ini masih banyak tunggakan iuran yang belum tertagih. Jamsostek tidak bisa menagih secara langsung, sehingga diserahkan ke pemerintah daerah dan kejaksaan. Upaya ini cukup berhasil, dan yang menunggak akhirnya mau membayar, tuturnya. Sebagian besar perusahaan yang menunggak membayar iuran kepesertaan Jamsostek ini, kata Junaedi, tersebar di kota-kota yang merupakan sentra industri, seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Malang, dan Pasuruan. Jumlahnya sekitar puluhan perusahaan, kata dia lagi. Selama ini, banyak hal yang menjadi alasan bagi perusahaan untuk menunggak pembayaran iuran kepesertaan Jamsostek, mulai dari keuangan perusahaan yang menurun, iklim usaha yang tidak kondusif, hingga berbagai alasan klasik lainnya. Jumlah tunggakan iuran di wilayah kerja Jamsostek Kanwil VI yang meliputi Jatim, Bali, NTB, dan NTT mencapai puluhan miliar rupiah. Sementara itu, Kepala Kejati Jatim Abdul Taufik mengatakan, kejaksaan sudah melakukan 13 kali penandatanganan kerja sama dengan BUMN/BUMD dan instansi lain terkait hukum perdata dan tata usaha negara. Selain itu, kerja sama serupa juga ditindaklanjuti kejaksaan negeri di 38 kabupaten/kota. ((Andrian/Andira) )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar