Selasa, 15 Februari 2011

Tuhan Tidak Akan Merubah Nasib Buruh Kecuali Buruh Itu Mau Merubah Nasibnya Sendiri


Makna dari kebijakan penangguhan penerapan UMP adalah, buruh diminta untuk memaklumi kondisi keuangan perusahaan, namun perusahaan sama sekali tidak diminta untuk ikut memahami kondisi keuangan buruh. Ketika perusahaan merugi atau dalam kesulitan keuangan, buruh harus memahami dan memaklumi andai gajinya tidak dibayarkan sesuai UMP.
Namun manakala perusahaan sedang mendapat keuntungan besar dan dalam kondisi keuangan yang bagus, tidak ada satu kewajiban apapun bagi perusahaan untuk memberikan upah lebih bagi buruhnya.
Tentu saja pola hubungan kerja yang seperti ini menjadi keprihatinan kita bersama. Tidak adil rasanya manakala perusahaan sedang mendapat keuntungan besar, tetapi buruhnya tidak dapat menikmati itu. Namun jadi ironi, ketika perusahaan sedang merugi buruh dipaksa untuk turut menanggungnya. Keadilan semacam inilah yang digagas pemerintah melalui kebijakan ketenagakerjaan dan pengupahan, yang kesemuanya digunakan untuk melindungi pemilik modal.

Sikap pemerintah yang cenderung lebih berpihak pada pemilik modal juga tercermin pada tubuh Dewan Pengupahan di DIY. Proses panjang pengusulan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) DIY dipenuhi debat panjang dan pertarungan yang pelik. Wakil pemerintah pada Dewan Pengupahan yang seharusnya bisa mengambil sikap sebagai wasit atau penengah diantara konflik kepentingan wakil buruh dan pengusaha di Dewan Pengupahan, ternyata tidak bisa mengambil sikap netral. Bahkan cenderung untuk berpihak pada pengusaha.

Maka benarlah apa yang disabdakan Tuhan. Bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu mau berusaha merubah nasibnya sendiri. Jangan pernah berharap pada orang atau pihak lain untuk melakukan perubahan atas nasib kita. Hanya buruh sendiri lah yang dapat mengubah nasib buruh. Tuhan tidak akan merubah nasib buruh, kecuali buruh itu mau merubah nasibnya sendiri….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar