Jumat, 25 Maret 2011

Buruh Perusahaan Pailit Boleh Tersenyum

Kabar dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat ini tampaknya bisa sedikit memunculkan harapan bagi buruh yang perusahaan tempatnya bekerja dinyatakan pailit. Betapa tidak, pekerja memang kerap hanya gigit jari ketika tempatnya bekerja dinyatakan pailit. Jangankan uang pesangon, gaji yang sudah menjadi hak mereka saja lebih sering tak terbayar. Penyebabnya tak lain karena posisi buruh kalah kuat ketimbang kreditor lain, utamanya kreditor pemegang hak jaminan (kreditor separatis).

Namun majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pimpinan Nani Indrawati –beranggotakan Maryana dan Dasniel- mematahkan ‘tradisi’ itu. Mereka bertiga memilih untuk tak mengabaikan posisi buruh ketika terjadi proses kepailitan. Namun para hakim ini juga tak tak ingin ‘mendzolimi’ hak kreditor separatis. Alhasil majelis hakim memerintahkan kreditor separatis untuk berbagi hak dengan para buruh.

Sikap majelis hakim itu tertuang dalam putusan yang dibacakan secara terbuka untuk umum pada awal Maret lalu dalam kasus kepailitan PT Uni Enlarge Industry Indonesia (UEII). Kreditor separatis dalam perkara ini adalah PT Bank Chinatrust Indonesia (BCI). Dalam putusannya, hakim memerintahkan BCI untuk membagi 12,5 persen hasil penjualan barang jaminan kepada buruh UEII. Setelah dihitung, jumlahnya lebih kurang Rp1,5 miliar.

Untuk informasi, UEII yang bergerak di bidang industri garmen dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya pada Agustus 2009 lalu. Setelah putusan pailit itu, BCI selaku pemegang hak tanggungan memutuskan melakukan lelang terhadap aset UEII berupa mesin-mesin pabrik di Semarang dan Jakarta.

Di sisi lain para karyawan UEII –yang menjadi anggota Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)- menuntut hak dari sebagian hasil lelang itu. Melalui kurator, buruh mengajukan renvoi proses (renvoi procedure) di pengadilan yang sama.

Kepada hukumonline, Rabu (17/3), kurator Efendy Purba selaku pemohon menjelaskan setelah putusan pailit pihaknya telah melakukan mediasi dengan BCI, tetapi tak mencapai kesepakatan. Pihak BCI bersikukuh tetap tak mau memberikan sebagian hasil lelang kepada para pekerja dengan dalih hasil lelang hanya sekitar 20 persen dari jumlah utang UEII kepada BCI.

“Atas dasar tak ada kesepakatan, saya mengatasnamakan buruh mengajukan permasalahan ini kepada hakim pengawas. Setelah melihat faktanya, berkas kasus ini diserahkan kepada hakim pemutus,” kata Efendy. “Setelah menerima berkas hakim pemutus memeriksa kasus ini selama tujuh hari. Akhirnya, dengan pertimbangan rasa keadilan hakim menetapkan bagian hasil lelang sebesar 12,5 persen untuk buruh.”

Menurutnya putusan renvoi itu yang didasarkan rasa keadilan itu sudah tepat, meski jumlah masih terlalu kecil. “Kita bersyukur atas putusan hakim itu yang mempertimbangkan rasa keadilan karena memang buruh memiliki hak. Tetapi 12,5 persen masih terlalu kecil.”

Pada pertimbangan hukumnya, hakim menyebutkan bahwa BCI telah menggelar lelang barang jaminan pada 11 Desember 2009. Hasilnya, BCI meraup Rp12,361 miliar. Namun menurut BCI uang sebesar itu baru seperlima dari jumlah piutang mereka. Menurut hakim, tindakan BCI mengeksekusi hak tanggungan dapat dibenarkan karena telah melewati masa insolvensi sesuai Pasal 59 ayat (1) jo Pasal 60 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

Disini hakim masih mengakui keberadaan BCI sebagai kreditor separatis yang memiliki hak untuk mengeksekusi langsung barang yang menjadi jaminan utang. Hakim bahkan mengutip putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan kedudukan kreditor separatis lebih tinggi ketimbang buruh.

Meski demikian, majelis hakim akhirnya luluh dengan surat permohonan dari KASBI yang isinya meminta agar hakim juga mempertimbangkan rasa keadilan bagi buruh. Alhasil, hakim lantas mengambil ‘jalan tengah’ dengan mempertimbangkan rasa keadilan bagi kedua pihak. BCI berhak atas hasil lelang barang jaminan, demikian pula dengan buruh

Jadi preseden

Menanggapi putusan itu, Pengurus Pusat KASBI Musrianto mengaku menerima putusan meski pihak BCI tengah mengajukan kasasi. “Dari segi jumlah tagihan (yang dikabulkan oleh hakim) nggak puas. Tetapi kita memandang kasus ini bisa jadi yurisprudensi bagi teman-teman yang lain, ya kita terima. Artinya, ada suatu terobosan yang dilakukan majelis hakim,” kata Musri.

Namun, ia tak sependapat pada pertimbangan hakim yang menyatakan secara hukum buruh tak berhak atas aset jaminan yang dilelang. Sebab, dalam UU Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa upah buruh harus tetap dibayarkan. Sementara dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1139, Pasal 1149 KUHPer, buruh memiliki hak preferens atau diistimewakan. “Buruh sebagai kreditor prefens sebenarnya memiliki hak untuk meminta bagian hasil lelang yang dilakukan BCI,” dalihnya.

Pertimbangan hakim yang mengacu pada putusan MK yang menyatakan kreditor preferen tak lebih tinggi dari kreditor separatis pun dinilai tak relevan. “Menurut saya salah kalau majelis merujuk pada putusan MK karena yang dipersoalkan dalam putusan MK bukan siapa kreditor yang didahulukan, melainkan apakah itu melanggar norma atau hak tidak.”

Dihubungi terpisah, praktisi hukum kepailitan Ricardo Simanjuntak berpendapat seharusnya hakim juga memperhatikan jangka panjang. Ia khawatir tak ada lagi bank yang mau meminjamkan modalnya ke pihak industri ketika tak ada kepastian hukum atas aset yang menjadi jaminan. “Ketika industri tak mendapat bantuan modal dari bank, tak ada pekerjaan, dan buruh akan rugi juga,” kata Ricardo.

Namun Ricardo juga mengaku berusaha memahami beban psikologis yang ditanggung hakim dalam perkara itu. “Kalau tidak memutuskan membagi ke buruh, nanti dibilang tidak pro-buruh dan tidak berperikemanusiaan. Ini memang posisi yang sulit.”

Secara formal, lanjut Ricardo, posisi kreditor separatis berada di atas buruh. Ia hanya bisa dikalahkan oleh tagihan pajak. Apalagi Mahkamah Konstitusi sudah menegaskan hal itu. “Jadi secara legal formal, putusan hakim ini patut disayangkan. Sebab hakim dengan sadar mengakui hal itu namun tak menerapkannya.”

Sumber : www.hukumonline.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar