Sabtu, 18 Juni 2011

Bisakah Di-PHK Karena Bekerja di Dua Perusahaan?


Pertanyaan :
Dengan hormat, Saya ingin mem-PHK karyawan yang dalam status di-skorsing karena melakukan tindak pidana (dalam status Tersangka dan mau P-21). Saat ini, karyawan tersebut sudah bekerja di tempat lain, sedangkan putusan PN belum dijatuhkan. Apakah saya dapat mem-PHK karyawan itu mengingat UU No. 13/2003 dan peraturan terkait lainnya tidak mengatur secara tegas larangan karyawan bekerja ganda. Terima kasih. Vankar.
Jawaban :
Sebelumnya, kita ketahui bahwa pengusaha tidak dapat melakukan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) hanya karena seorang pekerja menjadi tersangka dalam kasus pidana, sampai ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 012/PUU-I/2003 dan Surat Edaran Menakertrans No. SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 tertanggal 7 Januari 2005 (“SE Menakertrans”). SE Menakertrans antara lain menyebutkan bahwa PHK bagi pekerja yang melakukan kesalahan berat dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan pidana yang telah mendapat kekuatan hukum tetap.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU 13/2003”) memang tidak mengatur secara tegas mengenai larangan pekerja bekerja di dua tempat atau perusahaan yang berbeda. Namun, dalam Pasal 161 ayat (1) UU 13/2003 dinyatakan bahwa dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja (“PK”), peraturan perusahaan (“PP”) atau perjanjian kerja bersama (“PKB”), pengusaha dapat melakukan PHK, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.

Jadi, Anda harus melihat larangan pekerja bekerja ganda di dalam PK, PP atau PKB. Jika di dalam PK, PP atau PKB tidak diatur mengenai larangan bekerja ganda, maka pengusaha tidak dapat mem-PHK pekerja atas alasan tersebut. Namun, jika di dalam PK, PP atau PKB diatur mengenai larangan bekerja ganda, maka pengusaha tidak dapat langsung mem-PHK pekerja tersebut. PHK terhadap pekerja harus dilakukan sesuai prosedur yang diatur dalam UU 13/2003 dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar