Sabtu, 18 Juni 2011

Perlahan Indonesia Diakuisisi Negara Asing



Oleh : Boy Raja Pangihutan Marpaung

Masyarakat yang larut atau Pemerintah yang pura-pura buta akan kesenjangan yang semakin meroket di tatanan masyarakat Indonesia ini. Kesenjangan seperti kemiskinan, penggusuran dan pengangguran yang semakin melebarpun menghantui kehidupan masyarakat Indonesia.

Akibatnya banyak rakyat Indonesia yang menjadi buruh di suatu perusahaan dengan upah yang sangat rendah (di bawah UMR) . Lucunya lagi perusahaan yang menampung rakyat Indonesia adalah perusahaan asing. Padahal dalam ingatan saya sewaktu duduk di Sekolah Dasar (SD) sangat jelas para guru mengatakan bahwa Indonesia adalah negara agraris, artiannya Indonesia kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Dimana dengan memaksimalkan pemanfaatan lahan pertanian saja Indonesia akan terjaga kestabilan perekonomiannya.

Sekarang sektor pertanianpun telah berubah menjadi perkebunan yang luas. Akhirnya untuk mengkomsumsi beras saja kita harus impor dari negara asing.

Pernahkah kita bertanya kepada diri kita sendiri kenapa kesenjangan ini terjadi pada masyarakat Indonesia? , sehingga menimbulkan kesengsaraan kita sendiri. Sekarang sudah waktunya kita sensitif dengan kesenjangan-kesenjangan yang ada dan membangun kesadaran bahwa dominasi asing telah menggrogoti negeri ini, sementara ketegasan pemerintah untuk itu sangatlah kurang.

Peranan Asing

Peranan asing yang mendominasi pada sektor-sektor strategis, seperti keuangan, energi dan sumber daya mineral, telekomunikasi, serta perkebunan. Dengan dominasi asing seperti itu, perekonomian sering kali terkesan tersandera oleh kepentingan mereka, yang akhirnya rakyat yang mengalami kesengsaraan.

Per Maret 2011 pihak asing telah menguasai 50,6 persen aset perbankan nasional. Dengan demikian, sekitar Rp 1.551 triliun dari total aset perbankan Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Secara perlahan porsi kepemilikan asing terus bertambah.

Per Juni 2008 kepemilikan asing baru mencapai 47,02 persen.Hanya 15 bank yang menguasai pangsa 85 persen. Dari 15 bank itu, sebagian sudah dimiliki asing. Dari total 121 bank umum, kepemilikan asing ada pada 47 bank dengan porsi bervariasi.

Tidak hanya perbankan, asuransi juga didominasi asing. Dari 45 perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi di Indonesia, tak sampai setengahnya yang murni milik Indonesia. Kalau dikelompokkan, dari asuransi jiwa yang ekuitasnya di atas Rp 750 miliar hampir semuanya usaha patungan. Dari sisi perolehan premi, lima besarnya adalah perusahaan asing.

Hal itu tak terlepas dari aturan pemerintah yang sangat liberal, memungkinkan pihak asing memiliki sampai 99 persen saham perbankan dan 80 persen saham perusahaan asuransi.

Pasar modal juga demikian. Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek.Pada badan usaha milik negara (BUMN) pun demikian. Dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60 persen.

Lebih tragis lagi di sektor minyak dan gas. Porsi operator migas nasional hanya sekitar 25 persen, selebihnya 75 persen dikuasai pihak asing. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM menetapkan target porsi operator oleh perusahaan nasional mencapai 50 persen pada 2025 (Kompas,23/03/11).

Nasib Rakyat

Semua ini mempraktekkan adanya akuisisi yang terjadi di negri ini. Kepentingan pribadi menyebabkan kesengsaraan umum. Menandakan sebentar lagi kita bahkan tidak memiliki tanah untuk kaki kita berpijak. Hal seperti ini telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia, yang nota benenya adalah daerah-daerah yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA).

Sementara pemerintah seakan melegitimasi terjadinya semua ini dengan menetapkan Undang-Undang No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Aasing (UU PMA).

Ahli Geografi Ekonomi Kependudukan Abdur Rofi mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, daerah-daerah yang kaya dengan sumber daya alam justru merupakan daerah termiskin di Indonesia. Daerah-daerah tersebut di antaranya Papua, Papua Barat, Aceh, dan Riau. Provinsi Riau, misalnya, menyumbang lebih dari 50 persen total produksi dan devisa minyak bumi.

Namun, Dewan Ketahanan Pangan Riau mendata 663 desa di Riau berstatus rawan pangan. Tingkat kemiskinan Riau pun tergolong tinggi, mencapai 22,19 persen dari total penduduk Riau. Di Papua Barat, angka kemiskinan mencapai 36,8 persen, di Papua 34,88 persen , dan di Aceh mencapai 20,98 persen (Kompas,07/03/11).

Kemiskinan yang semakin merambat keseluruh tatanan masyarakat Indonesia sudah saatnya untuk kita hentikan. Pemerintah harus mengambil ketegasan untuk mengarahkan roda perekonomian nasional kita, sebelum semua sektor di negri ini dikuasai oleh negara asing. Contohnya, pemerintah mengembangkan perekonomian mandiri nasional untuk menjaga kestabilan perekonomian nasional . Agar kita tidak lagi berketergantungan terhadap negara asing yang menimbulakan kesengsaraan rakyat.

Pemerintah juga harus dapat memanfaatkan dan dapat menguasai potensi-potensi SDA dan SDM secara nasional, serta dapat mengarahkannya kepada kepentingan rakyat. Tidak lupa juga untuk melakukan yudisial review terhadap UU No.25 Tahun 2007 yang bertentangan dengan Pasal 33 UUD’45 sebagai konstitusi Negara Indonesia. Sehinggah rakyatpun tidak akan jadi buruh lagi di negerinya sendiri dan kemiskinan pasti akan dapat diatasi.***

1 komentar:

BoyRajaLaw mengatakan...

WAH INI KAN TULISAN KU.....
HEHEHEHEHE

Posting Komentar