Jumat, 03 Juni 2011

Buruh faktor biaya


Mengapa harus ada hari buruh, bukankah tidak ada manusia yang bercita-cita menjadi buruh ?. Apa itu Hari Buruh dan mengapa diperingati setiap tahun oleh kaum buruh di seluruh Dunia ?. Silahkan anda baca sejarahnya di Wikipedia, saya bukan secara khusus ingin membahas sejarah hari buruh ini. Saya hanya ingin menceritakan nasib buruh Indonesia dan betapa beratnya perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh di Indonesia.

Mulai dari adanya peraturan tentang KKWT atau Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu, beberapa perusahaan menggunakan KKWT ini untuk menghindari kewajiban uang pesangon kepada para buruh. Padahal jenis pekerjaannya tidak masuk dalam KKWT, karena sebenarnya perusahaan “bisa” untuk terus berproduksi atau beraktifitas. Jadi dalam sebulan atau dua bulan perusahaan “tidak beraktifitas” dapat diduga untuk memutus rantai, agar sepertinya memang pekerjaan ini cocok digolongkan sebagai KKWT. Akhirnya mereka dikontrak berulang-ulang bahkan ada diantara mereka yang sudah bekerja lebih dari lima tahun dan statusnya tetap KKWT.

Banyak kasus-kasus perburuhan baik itu tentang KKWT, pesangon, maupun permasalahan lain yang keputusan akhirnya merugikan kaum buruh, ada beberapa kasus yaitu ketika para buruh melaporkan permasalahannya ke DEPNAKER setempat, sepertinya penjelasan pihak oknum DEPNAKER “memihak” kepada kaum buruh yang melapor dan mereka disuruh membuat tuntutan melalui Serikat/Organisasi Buruh di perusahaannya, begitu diajukan tuntutan dan sidang-sidang BIPARTIT maupun TRIPARTIT dimulai, maka mulai nampak keberpihakan oknum DEPNAKER tersebut. Apalagi ketika harus ke P4D, lalu ke P4P dan bahkan ke PTUN, sebuah perjuangan yanga begitu melelahkan, juga menyita waktu dan biaya. Begitu beratnya perjuangan itu hingga keluar keputusan dari PTUN yang “memenangkan” kaum buruhpun, ada beberapa perusahaan yang enggan melaksanakan keputusan itu dan pihak PTUN tidak dapat mengeksekusinya.

Pertimbangan-pertimbangan yang dipakai diantaranya adalah investasi, pemerintah pusat/daerah takut pengusaha/investor akan keluar dari wilayahnya. Maka pada umumnya kasus-kasus buruh ini hampir selalu dimenangkan oleh para pengusaha. Jadi bukan hanya pengusaha yang dihadapi oleh para buruh jika mereka ingin menuntut haknya tetapi juga birokrasi yang lebih “menguntungkan” kaum pengusaha.

Yang menjadi kelemahan pokok kaum buruh Indonesia adalah semangat “bersatu”, begitu banyak organisasi buruh yang dibentuk bahkan ada yang hingga mendirikan partai buruh, tetapi mengapa justru suara buruh “tidak bersatu”. Saya melihat ada “persaingan” yang kurang sehat diantara sesama organisasi tersebut baik itu SPSI, SBSI, SARBUMUSI maupun organisasi Buruh lainnya. Mereka tidak pernah “sepakat” untuk merumuskan hal-hal yang krusial tentang nasib buruh itu sendiri, terkadang sebuah Organisasi Buruh ketika merencanakan sebuah demonstrasi saja anggota mereka sudah “terpecah”. Tetapi saya yakin jika Organisasi-organisasi buruh ini dapat bersatu dalam satu kata “LAWAN penindasan buruh”, lalu merumuskan secara tepat dan terarah, maka “target” mereka untuk pencapaian kesejahteraan yang dimaksud akan lebih mudah terwujud. Bukan melawan dalam arti kata membabi buta, tetapi LAWAN disini diartikan sebagai sebuah “semangat” untuk lebih baik dalam mengorganisasi dan mempersatukan kaum buruh menghadapi semakin beratnya perjuangan mereka dikemudian hari. Karena bagaimanapun didalam sistem usaha yang kapitalistik selalu dipegang prinsip “MENCARI KEUNTUNGAN SEBESAR-BESARNYA dengan BIAYA SEKECIL-KECILNYA”, dan bukankah buruh adalah salah satu faktor BIAYA tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar