Senin, 08 November 2010

Manfaat Serikat atau Asosiasi Pekerja Profesional di Indonesia

Manfaat Serikat atau Asosiasi Pekerja Profesional di Indonesia
Serikat Pekerja telah menjadi organisasi yang umum dalam dunia tenaga kerja di Indonesia. Jika pada jaman penjajahan dan jaman orde baru kaum pekerja banyak mendapat tekanan dan pengawasan ketat dari penguasa dalam hal berorganisasi, kini kaum pekerja menemukan kebebasan mereka dalam era Reformasi kini.Kebebasan ini ditandai dengan mulai berdirinya berbagai macam serikat pekerja di luar organisasi resmi bentukan pemerintah dulu seperti Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Selain serikat pekerja umum, kini juga banyak bermunculan serikat pekerja yang lebih spesifik seperti Serikat Pilot, Asosiasi Wartawan, Pekerja Metal, Pekerja Wanita, Pekerja Profesional, dan lainnya. Hanya saja, keberadaan serikat atau asosiasi pekerja ini lebih banyak berada pada tataran pegawai pabrik, buruh, dan sedikit pada tataran pegawai kantor. Padahal, keberadaan organisasi pekerja ini dapat menghasilkan tiga manfaat baik.


Serikat Pekerja atau Asosiasi Pekerja adalah wadah untuk memperjuangkan kepentingan pekerja. Lewat organisasi ini, para pekerja memiliki tempat untuk memperjuangkan keinginan mereka seperti, misalnya, kenaikan gaji, cuti, pemberian bonus tahunan, dana pensiun, asuransi tenaga kerja, atau besaran pesangon. Keberadaan badan pekerja ini memberikan kemampuan pada karyawan untuk melakukan tawar menawar yang lebih baik dalam memperjuangkan kepentingan mereka sebagai pegawai sebuah perusahaan. Dengan makin besarnya sebuah organisasi SP, posisi karyawan dalam melakukan perundingan dengan pihak perusahaan, pimpinan dan pemilik, juga menjadi lebih kuat. Tekanan yang dilancarkan pekerja lewat SP bakal menjadi suatu hal yang sulit untuk diremehkan oleh para manajer dan pimpinan perusahaan. Tentunya, kepentingan pegawai yang diperjuangkan tidaklah sebatas urusan gaji, insentif atau cuti saja. Lewat SP/AP, pekerja bisa juga mempengaruhi perusahaan untuk memperbaiki mutu pekerjan pegawai lewat peningkatan fasilitas perusahaan, contohnya, instalasi jaringan komputer di kantor, akses internet di kantor bagi semua pegawai, pemberian asuransi kerja, perbaikan ruang kantor, pembuatan kantin di lingkungan pabrik, pengaturan jam kerja normal serta jam kerja lembur dan sebagainya.

Selain memperjuangkan kepentingan karyawan, SP/AP juga dapat menjadi tempat bagi para anggotanya untuk meningkatkan kemampuan profesional mereka. Di luar negeri, SP/AP tidak cuma melakukan demonstrasi untuk menuntut kepentingan atau hak karyawan, seperti yang terjadi di Indonesia, tapi juga menyelanggarakan acara rutin guna meningkatkan keprofesionalan anggotanya. Sebagai contoh, sebuah asosiasi penjual sepatu, shoes salesperson, di AS mengadakan kontes pemilihan penjual sepatu terbaik setiap tahunnya. Kinerja si penjual diukur lewat banyak kriteria, yang mana salah satunya adalah berapa banyak sepatu yang telah dijual selama setahun. Di lain tempat, asosiasi pekerja bangunan menyelenggarakan konvensi rutin setiap tahun dan membicarakan aspek-aspek terkait dalam pekerjaan mereka seperti peningkatan keamanan dan keselamatan pekerja, pegenalan produk baru pendukung pekerjaan mereka dan lainnya. Contoh lain adalah asosiasi guru. Asosiasi guru melakukan pertemuan besar seperti konfrensi untuk membahas perkembangan isu-isu terbaru yang menyangkut dunia pengajaran seperti, kurikulum, penerapan teknologi di kelas, pelatihan guru dan bahkan bisa membuat ujian sertifikasi standar kompetensi para guru. Nantinya, materi yang telah dibahas dalam pertemuan asosiasi guru bisa langsung diusulkan ke kementrian Pendidikan sebagai bahan perbaikan dunia pendidikan. Asosiasi fotografer profesional bisa melakukan seminar tahunan untuk membahas perkembangan dunia fotografi dan tren fotografi di masa depan. Di Indonesia, ada acara Salon Foto yang melakukan kedua hal tersebut dan masih menambahnya dengan kompetisi Salon Foto skala nasional. Pewarta Foto Indonesia (PFI) sering mengadakan pameran foto jurnalistik karya anggotanya serta membuat kompetisi foto jurnalistik nasional, meniru kompetisi World Press Photo (WPP).

Manfaat lain dari AP/SP yang dapat dipetik, namun jarang digunakan, adalah kemampuannya untuk menjaring calon penerus sebuah profesi di masa depan (Winarno, 1989). Kita semua pasti sudah pernah mengalami kedatangan taruna TNI atau Polri ke ruang kelas pada saat kita duduk di bangku SMA, kelas tiga. Kedua organisasi itu secara rutin mendatangi setiap sekolah setiap tahun untuk memberikan penerangan mengenai kesempatan karir di bidang militer atau kepolisian. Selain memberikan ceramah, mereka juga menunjukan foto atau memutar filem mengenai kegiatan mereka sehari-hari di tempat pelatihan mereka. Beberapa dari teman kita kemudian bergabung dengan TNI dan Kepolisian sesudah lulus SMA. Sayangnya, organisasi pekerja profesional yang lain jarang yang mau datang ke sekolah untuk memberikan penataran mengenai peluang karir di bidang profesi mereka. Harusnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mengirim perwakilan ke sekolah SMA guna memberikan penyuluhan tentang pekerjaan jurnalistik. Asosiasi Perancang busana dapat memberikan presentasi mengenai dunia busana dan jalan yang perlu ditempuh untuk menjadi perancang busana yang baik. Perlu juga Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) medatangi langsung sekolah untuk mempromosikan tantangan dan kesempatan dalam dunia akuntansi. Supaya menarik, AP/SP bisa mendatangkan pesohor di bidang yang disuluhkan. Asosiasi seniman desain grafik, kalau ada, bisa mendatangkan Andi S. Boediman guna memberikan presentasi tentang kesempatan kerja di industri kreatif. Yang lainnya, Persatuan Artis Sinetron Indonesia (PArSI) dan Masyarakat Filem Indonesia (MFI) membawa aktor terkenal sinetron atau sutradara terkenal guna mengajak murid yang berminat pada dunia filem untuk bekerja di dunia sinetron atau perfileman. Dengan turun langsungnya para pelaku langsung bidang pekerja profesional, para siswa kelas 3 SMA dapat mendapatkan gambaran langsung mengenai peluang karir di masa depan yang tersaji di depan mereka. Pertemuan langsung antara murid dan para profesional ini juga akan berimbas pada pilihan yang akan dibuat oleh siswa selepas SMA. Kedatangan langsung seorang Adnan Buyung Nasution akan memberikan penerangan dalam benak murid mengenai seperti apa rupanya dunia kerja seorang pengacara dan notaris. Interaksi langsung antara murid dengan Andy F. Noya pastinya memberikan pencerahan mengenai jalan yang harus ditempuh untuk bisa terjun di bidang jurnalisme televisi. Jika para murid kelas 3 ini berencana untuk kuliah sesudah lulus, mereka akan mendapatkan kemudahan dalam menentukan pilihan jurusan yang akan diambil di tingkat universitas.

Secara singkat, keberadaan organisasi setingkat SP/AP di Indonesia perlu lebih digiatkan lagi. Di masa kini, paradigma SP/AP bukan cuma sebatas organisasi buruh. Programmer komputer Indonesia juga perlu membuat asosiasinya sendiri. Profesional di bidang kehumasan bisa memulai langkah pembentukan asosiasi kehumasan. Mekanik mobil atau sepeda motor pun juga tidak boleh ketinggalan dalam membuat organisasi serupa. Serendah apapun sebuah pekerjaan, pelakunya layak disebut sebagai seorang profesional. Jadi, jangan keburu rendah diri duluan. Asal tahu saja, di luar negeri bahkan terdapat asosiasi penjual ikat pinggang, ikat pinggang! Bayangkan itu. Tukang daging juga memiliki asosiasinya sendiri. Bintang filem porno saja punya keanggotaan dalam asosiasi industri filem porno. Tukang ledeng, pipa, sudah lama memiliki serikat pekerja. Nah, bagaimana dengan kaum profesional Indonesia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar