Senin, 08 November 2010

PEMOGOKAN & PENUTUPAN PERUSAHAAN

Pemogokan

Upaya terakhir mengatasi kebuntuan dalam perundingan antara serikat pekerja dan pengusaha dalam penyelesaian hubungan industrial, serikat pekerja dapat memilih cara pemaksaan dengan melakukan pemogokan, atau pengusaha melakukan pemaksaan melalui penutupan perusahaan. Pemogokan adalah upaya serikat pekerja untuk menekan dan memaksa pengusaha menerima tuntutan serikat pekerja. Dengan mogok, proses produksi akan berhenti, pengusaha akan mengalami kerugian. Untuk menghindari kerugian yang semakin besar, pengusaha diharapkan memilih untuk memenuhi tuntutan serikat pekerja.
Selama melakukan pemogokan, pekerja memang tidak menerima upah dari pengusaha. Di negara maju dengan keuangan sedikit pekerja yang kuat, serikat pekerja memberikan kompensasi upah kepada pekerja. Bila dana serikat pekerja tidak kuat, pekerja sendiri harus siap untuk tidak menerima penghasilan apa-apa selama melakukan pemogokan.
Pada awal revolusi industri kondisi kerja memang relatif buruk. Waktu kerja sangat panting melebihi 10 jam per hari, upah rendah, jaminan sosial hampir tidak ada, sarana dan perlindungan, keselamatan dan kesehatan kerja sangat sederhana serta perlindungan politik sangat terbatas. Orientasi pengusaha terfokus pada akumulasi sebanyak mungkin keuntungan, kesadaran pengusaha untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja sangat rendah, campur tangan pemerintah dalam pengaturan syarat kerja sangat terbatas. Dengan demikian mudah dipahami bahwa serikat pekerja cenderung untuk menggunakan cara pemogokan untuk memaksa pengusaha memenuhi tuntutan serikat pekerja.
Melalui perjuangan serikat pekerja, masyarakat internasional seperti ILO secara bertahap memberikan perhatian yang lebih besar dan menetapkan berbagai Konvensi dan Rekornendasi guna meningkatkan perlindungan pekerja, antara lain mengenal pengaturan jam keria dan waktu istirahat, hak cuti, pemeliharaan keselamatan dan kesehatan kerja, ketentuan upah minimum, jaminan sosial, hak berorganisasi dan berunding bersama, dan
lain-lain. Demikian juga setiap negara di dunia sudah memiliki serangkaian peraturan perundang-undangan yang memuat jaminan dan perlindungan hak-hak pekerja.
Bersamaan dengan peningkatan pcrlindungan tersebut, pekerja dan pengusaha semakin memahami bahwa hak mogok pekerja dapat dilaksanakan hanya sebagai alternatif terakhir, yaitu bila upaya-upaya lain tidak menghasilkan kesepakatan. Sebagaimana diuraikan di atas, pemogokan dimaksudkan untuk memaksa pengusaha memenuhi tuntutan serikat pekerja, karena dengan pemogokan, proses produksi akan berhenti dan pengusaha akan merugi.
Di pihak lain, dengan melakukan pemogokan, pekerja tidak menerima upah dari pengusaha. Oleh sebab itu, serikat pekerja vang memobilisasikan pemogokan wajib memberikan kompensasi kepada pekerja atas upah yang tidak diterima. Besar kompensasi sangat tergantung pada kemampuan dana organisasi. Bila dana organisasi sangat terbatas, maka setiap pekerja akan menerima kompensasi kurang dari upah setiap bulan atau sama sekali tidak menerima kompensasi upah.
Dengan kata lain, pemogokan juga menuntut pengorbanan pekerja dan serikat pekerja. Oleh sebab itu, setiap rencana pemogokan biasanya harus merupakan konsensus atau terlebih dahulu mendapat dukungan mayoritas pekeria. Pekerja dan serikat pekerja harus memperhitungkan berapa lama mereka mampu bertahan mogok tanpa menerima upah. Selama melakukanpemogokan pekerja tidak diperkenankan bekerja di tempat lain.
Segera setelah scrikat pekerja merencanakan pemogokan dan selama melakukan pemogokan, pengusaha tidak diperkenankan melakukan pembalasan berupa memberhentikan pekerja untuk kemudian merekrut pengganti mereka.
Selama pemogokan, pengusaha dan serikat pekerja, sambil berlomba daya tahan, dapat melakukan pendekatan untuk mencapai titik kompromi. Pemogokan pada dasarnya dapat dilakukan tanpa limit waktu. Pemogokan berakhir bila satu pihak mengalah, yaitu bila pengusaha memenuhi tuntutan serikat pekerja atau serikat pekerja menarik kembali tuntutannya, atau bila kedua belah pihak mencapai kesepakatan kompromi baru.
Pemogokan yang berkepanjangan bukan saja merugikan pengusaha dan menimbulkan penderitaan pekerja, akan tetapi dapat merugikan kepentingan umum. Untuk menghindari kerugian masyarakat yang terIalu besar, Pemerintah dapat melakukan intervensi, yaitu dengan membawa kedua belah pihak ke meja perundingan dan atau
menawarkan titik kompromi. Menyadari pengorbanan dan kerugian yang demikian besar, sejak semula, semua pihak, pengusaha dan serikat pekerja dan Pemerintah harus menghindari pemogokan.

a. Pemogokan Sebagai Upaya Terakhir
Sebagaimana dikemukakan di atas, pemogokan adalah upaya terakhir dari serikat pekerja untuk memaksa pengusaha memenuhi tuntutan pekerja, setelah berbagai upaya lainnya tidak berhasil seperti perundingan-perundingan dan jasa pegawai perantara. Harus dapat dibuktikan bahwa serangkaian pertemuan dengan pengusaha telah dilakukan akan tetap tidak mendatangkan hasil, atau bahwa serikat pekerja dalam paling sedikit 2 kali dalam 2 minggu telah berkali-kali mengundang pengusaha untuk berunding tetapi tidak bersedia memenuhi tawaran atau undangan serikat pekerja.
b. Pemogokan Harus Didukung Seluruh Anggota
Pemogokan menuntut pengorbanan pekerja. Pemogokan berdampak ketidakpastian penghasilan pekerja. Oleh sebab itu untuk mengambil keputusan merencanakan pemogokan, serikat pekerja harus mendengarkan pendapat anggota-anggotanya. Rencana pemogokan harus diputuskan secara konsensus oleh seluruh anggota. Bila serikat pekerja berkeras memobilisir pemogokan didukung oleh sebagian anggota, pekerja lain tidak boleh dipaksa ikut mogok, baik yang sudah anggota serikat pekerja, apalagi yang bukan anggota serikat pekerja. Dalam hal demikian, pengusaha dapat tetap melanjutkan produksi dengan mengandalkan pekerja yang tidak mogok. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan tekanan terhadap pengusaha, serikat pekerja harus mampu memobilisir sebanyak mungkin pekeria.
c. Pemogokan Harus Direncanakan dan Diinformasikan
Keputusan melakukan pemogokan harus disusun dalam satu Rencana Pemogokan yang antara lain memuat isi tuntutan serikat pekerja, alasan untuk menggelar pemogokan, bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan, dan waktu memulai pemogokan. Rencana pemogokan juga secara implisit memuat tanggungjawab serikat pekerja terhadap anggota yang ikut mogok kerja.
Rencana pemogokan harus diinformasikan kepada pengusaha dan kepada P4D, dengan melampirkan bukti-bukti babwa:
• telah dilakukan serangkaian perundingan tetapi tidak membuahkan hasil, atau
• dalam 2 X 2 minggu, pengusaha menolak berunding dengan serikat pekerja.
Dalam sekitar satu minggu, P4D diharapkan telah memberikan tanda terima pemberitahuan kepada serikat pekeria. Serikat pekerja dapat menggelar pemogokan setelah menerima tanda pemberitahuan tersebut. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa serikat pekerja dapat menggelar pemogokan paling cepat satu minggu setelah pemberitahuan rencana pemogokan. Dalam jangka waktu tersebut, pengusaha, serikat pekerja dan Pemerintah dapat melakukan pendekatan mencapai penyelesaian sehingga rencana pemogokan tidak jadi dilaksanakan.
d. Penundaan Rencana Mogok
Pemerintah dan Undang-undang No. 22 tahun 1957 pada hakekatnya tidak menghendaki serikat pekerja melakukan pemogokan dan pengusaha menutup perusahaan. Perselisihan diharapkan dapat diselesaikan secara bipartit, dengan bantuan pegawai perantara, melalui juru/dewan pemisah, atau oleh P4D dan P4P.
Untuk memperkecil kesempatan melakukan pemogokan, P4P setelah menerima pemberitahuan rencana pemogokan, biasanya tidak langsung memberikan bukti tanda terima pemberitahuan. P4D biasanya menghimpun informasi, bahkan bila dianggap perlu membentuk Panitia Angket untuk menghimpun informasi guna membuktikan bahwa serikat pekerja telah melakukan upaya maksimal melalui itikad baik dan perundingan. Selama Panitia Angket melakukan tugasnya, P4D dapat memerintahkan serikat pekerja menunda niatnya menggelar pemogokan.
Dalam kenyataannya, P4D belum pernah menerbitkan tanda terima pemberitahuan tersebut, karena mereka biasanya justru mengajak kedua belah pihak untuk berunding. Dengan kata lain, semua pemogokan yang dilakukan selama ini, tidak memenuhi tata prosedur yang diaturkan.

e. Kewajiban Serikat Pekerja Membayar Kompensasi

Selama pekerja melakukan pemogokan, pengusaha tidak wajib membayar upah mereka. Oleh sebab itu serikat pekerja yang menggelar pemogokan seyogianya membayar kompensasi bagi pekerja yang ikut mogok. Namun di Indonesia, serikat pekerja pada umumnya belum mampu membayar kompensasi bagi anggotanva. Sebaliknya Pengurus Cabang, Pengurus Daerah atau Pengurus Pusat Serikat Pekerja yang menggalang pemogokan mengambil balas jasa sekitar 10% sampai 20% dari hasil tuntutan pekerja. Hal itu membuat penyelesaian perselisilian sering menjadi tambah sulit. Sementara pekerja sudah dapat menerima tawaran pengusaha, serikat pekerja sering bertahan dengan tuntutan yang terlalu tinggi untuk mengharapkan bagian yang lebih besar.
f. Pengusaha Tidak Boleh Melakukan Pembalasan
Selama serikat pekerja menggelar pemogokan, pengusaha dapat memberhentikan seluruh proses produksi, atau dapat meneruskan produksi bila sebagian pekerja memutuskan tetap bekerja. Pengusaha tidak diperbolehkan melakukan tindakan pembalasan berupa memberhentikan mereka yang mogok dan merekrut pekerja baru.
Bila pengusaha merasa tidak mampu memenuhi tuntutan serikat pekerja dan memutuskan untuk menutup perusahaan, maka maksud tersebut harus segera diinformasikan kepada serikat pekerja dan P4D. Pekerja akan kehilangan pekerjaannya dan terpaksa mencari pekerjaan baru. Pengusaha tidak diperbolehkan kembali melanjutkan usaha yang sama di lokasi yang sama.
g. Dampak Pemogokan
Sebagaimana diuraikan di atas, tanpa mengurangi nilai pemogokan sebagai hak dan alat perjuangan pekerja dan serikat pekerja, pemogokan hanya membawakan kerugian bagi pekerja, pengusaha dan masyarakat.
Misalkan serikat pekerja mampu bertahan mogok dalam waktu yang relative lama, sehingga pengusaha terpaksa mengalah dan memenuhi tuntutan serikat pekerja. Namun akibat pemogokan tersebut dan tambahan beban yang harus dikeluarkan pengusaha untuk memenuhi tuntutan serikat pekerja, pengusaha akan menanggung rugi atau hanya mampu memperoleh margin keuntungan yang kecil. Dengan kondisi yang
demikian, tahun berikutnya serikat pekerja tidak mungkin lagi layak mengajukan tuntutan baru. Kalau serikat pekerja tetap memaksakan tuntutan baru, perusahaan akan bangkrut dan semua akan kehilangan pekerjaan.
h. Intervensi Pemerintah
Pemogokan yang berkepanjangan atau yang berakhir dengan penutupan perusahaan bukan saja merugikan pengusaha dan pekerja, akan tetapi juga mengorbankan kepentingan umum dan negara. Untuk menghindari kerugian seperti itu, Pemerintah sejak awal perselisihan perlu memfasilitasi dialog, saling pengertian dan perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja. Pada saat kedua belah pihak menghadapi stagnasi, Pemerintah harus secara bilaksana menawarkan titik kompromi. Tawaran seperti itu dapat dituangkan dalam Keputusan P4P atau Keputusan (veto) Menteri yang wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan serikat pekerja.
Penutupan Perusahaan
Untuk memberikan keseimbangan atas hak serikat pekerja melakukan pemogokan, pengusaha juga diberi hak untuk menutup perusahaan sebagai reaksi terhadap tuntutan serikat pekerja yang tidak dapat dipenuhinya. Penutupan perusahaan (lock-out) adalah upaya pengusaha untuk menekan dan memaksa serikat pekerja menerima syarat-syarat kerja yang ditawarkan pengusaha. Selama penutupan perusahaan, proses produksi memang berhenti, namun pekerja tidak memperoleh upah dan jaminan sosial dari pengusaha. Untuk tetap memperoleh penghasilan, serikat pekerja diharapkan bersedia menerima syarat kerja yang ditawarkan pengusaha.
Sama halnya dengan rencana pemogokan, pengusaha harus menyusun rencana penutupan perusahaan yang antara lain memuat isi tuntutan serikat pekerja, alasan-alasan tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut, dan upaya yang dilakukan untuk berunding dan dalam perundingan dengan serikat pekerja.
Kemudian, pengusaha memberitahukan rencana tersebut kepada serikat pekerja dan kepada P4D dengan bukti telah melakukan upaya maksimal berunding dengan serikat
pekerja. P4D memberikan tanda terima pemberitahuan setelah menghimpun informasi yang diperlukan, baik dengan menghubungi langsung pihak-pihak yang berselisih dan atau dengan membentuk Panitia Angket. Juga sebelum memberikan tanda terima tersebut, P4D akan melakukan pendekatan kepada kedua pihak yang berselisih supaya berupaya mencapai titik kompromi.
Bila serikat pekerja dan pengusaha sama-sama bertahan atau sama-sama tidak bersedia mengalah, perusahaan akan ditutup, pekerja akan kehilangan pekerjaannya. Pengusaha tidak diperbolehkan meneruskan perusahan di lokasi yang sama dengan merekrut pegawai baru.
Tergantung pada dampak penutupan perusahaan terhadap pengusaha dan pekerja serta terhadap kepentingan umum, Pemerintah pada dasarnya dapat melakukan intervensi, yaltu dengan membawa kedua belah pihak kembali ke perundingan dan atau menawarkan bentuk kompromi. Tawaran tersebut kemudian dapat ditetapkan sebagai Keputusan P4P atau Keputusan Menteri.
Dengan demikian, disimpulkan bahwa pemogokan maupun penutupan perusahaan, sama-sarna merugikan pengusaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar